Nasib Benny

Nasib Benny
0 Komentar

Tapi kalau Anda direktur utama dari sebuah perusahaan yang bukan milik Anda, komisi gelap itu sangat menggiurkan. Apalagi kalau pemilik perusahaan itu negara. Yang hanya mementingkan proses legalitas. Yang penting administrasinya benar. Padahal administrasi itu bisa diberes-bereskan.

Tidak akan ketahuan –kalau nasibnya baik.

Apalagi kalau transaksinya di luar negeri. Seperti di Petral. Atau di Garuda. Yang proses administrasinya ada di luar negeri.

Bahwa kasus Garuda terkuak itu hanya karena nasib tadi –di sononya terbongkar.

Baca Juga:Polisi Robohkan Rumah WargaKorban Banjir Dapat Pengobatan Gratis

Maka Benny Tjokrosaputro pasti merasa akan lolos lagi. Secara administrasi ia pasti bisa bebuat tidak salah. Semua transaksinya sudah dibuat legal. Apalagi –seperti dikatakannya kepada media– ia sudah melunasinya.

Satu-satunya faktor yang bisa membuat Benny ‘kena’ adalah: kalau ia menyuap direksi Jiwasraya. Agar Jiwasraya mau membeli surat utangnya. Atau kalau ia menyuap siapa pun yang terkait transaksi ini.

Tapi orang seperti Benny pasti teliti. Tidak akan mengirim suap –sebut saja komisi– seperti itu lewat rekening bank. Yang bisa dilacak di kemudian hari.

Kalau pun dibayar kontan lewat orang pasti sudah diputus mata rantainya.

Bagaimana kalau direksi Jiwasraya mengaku disogok?

Emangnya mau mengaku?

Benny bukan orang bodoh.

Benny itu sudah belajar main saham sejak umur 19 tahun. Sejak masih SMA. Yakni menggunakan uang jajan dari ayahnya –si pewaris Batik Keris Solo. Yang terkenal itu. Benny adalah cucu pendiri perusahaan batik itu.

Tapi MTN bukan satu-satunya transaksi antara Jiwasraya dan perusahaan Bentjok.

Masih ada lagi transaksi lewat pasar modal: membeli saham Henson International milik Bentjok.

Jiwasraya belanja saham Henson Internasional ketika harganya Rp 1.300/lembar. Sebanyak Rp 760 miliar.

Baca Juga:Over Kapasitas, Lapas Subang Perketat PenjagaanSempat Viral, TKW Diduga Disiksa

Banyak yang menilai itu kemahalan. Tapi itulah harga resmi di pasar modal. Setahun kemudian harga saham itu naik drastis. Menjadi Rp 1.865/lembar.

Saat inilah mestinya Jiwasraya jual saham. Bisa untung lebih Rp 100 miliar.

Tapi itu tidak dilakukan. Mungkin menunggu harga naik lagi. Padahal setelah itu saham Henson terjun bebas. Ke dasar jurang yang paling dalam: tinggal Rp 50/lembar.

0 Komentar