NEGARA MERDEKA Ala MOBIL ODONG-ODONG

Ilustrasi Penulis Opini, via Unsplash-rupixen,com
Ilustrasi Penulis Opini, via Unsplash-rupixen,com
0 Komentar

Dicaci, apabila sang sopir tidak mendengarkan aspirasi penumpang. Misalnya, diminta berhenti, sopir cuek saja. Diminta pelan-pelan dan hati-hati, sang sopir ugal-ugalan. Diminta karoke lagu dangdut, sopir putar lagu pop. Karena lagu yang request tidak sesuai dengan selera sang sopir. Jika ini terjadi, bersiap-siaplah menerima cacian, makian. Bahkan sumpah serapah dari para penumpang. Tidak berhenti sampai disitu, sang sopir akan dicap sebagai sopir diktator. Akhirnya, di kesempatan lain penumpang akan memilih sopir lain. Sopir yang mampu menghadirkan nuansa kemerdekaan yang sebenarnya. Sang sopir diktator akan merana dan gigit jari, kerena ditinggal penumpang yang enggan menyewa.

  1. Odong-odong sebagai simbol wilayah

Agar dapat menggunakan Odong-odong ada konsensus antara penumpang dan sopir. Butir konsensus biasanya: tempat tujuan (rute), harga sewa, dan jadwal keberangkatan. Setelah konsensus dicapai, sang sopir akan menyiapkan Odong-odong agar layak jalan. Fasilitas Odong-odong, juga tidak luput dari perhatian sang sopir terutama alat musik karoke. Karena itu adalah magnet utama dari sebuah Odong-odong. Fasilitas musik karoke merupakan media untuk menumpahkan kemampuan tarik suara. Walaupun kadang-kadang antara suara dan musik tidak seirama. Tidak apa-apa, yang penting bahagia (happy) bersama.

Harga sewa merupakan simbol pajak yang dikeluarkan rakyat pada negara. Maka, menjadi kewajiban negara, memberikan balasan terbaik melalui pembangunan yang berpihak kepada rakayat. Memang yang diberikan rakyat, tidak sebanding yang diberikan negara. Tapi, sudah menjadi sunnahtullah. Bukankah, balasan surga tidak sebanding dengan amal manusia?

0 Komentar