Pojokan 198, Protes Sampah

Pojokan 198, Protes Sampah
Pojokan 198, Protes Sampah (Foto: Kang Marbawi)
0 Komentar

Pojokan 198, Protes Sampah

Mengais sisa buangan yang sudah tak berharga, namun berharga bagi dirinya untuk melanjutkan hidup dan kehidupan.  Pemulung.

Berterimakasihlah kepada sekolah, orang tua dan masyarakat yang tak mengajarkan dengan baik dan benar soal sampah. 

Hingga dewasa, kita tak pernah tahu bagaimana membuang sampah yang baik dan benar. Fakta bahwa kita tak merasa berdosa ketika membuang sampah sembarangan. 

Tak peduli dan takgelisah ketika melihat sampah berserakan. 

Baru bersungut-sungut ketika,sampah yang tak terurus murka. 

Baca Juga:Mampir Ke PLN Pamanukan, Pemudik Asal Jakarta Ini Ceritakan Perjalanan 400 Km Naik Motor ListrikKemenag Purwakarta Gelar Manasik Haji Tingkat Kabupaten, Amin Jemaah Tertua, Fahmi Paling Muda

Berkolaborasi dengan hujan menimpakan banjir karena saluran air atau sungai yang berubah menjadi tempat ahir pembuangan sampah. 

Berkoalisi dengan lalat dan belatung untuk menyebar bau dan kuman. Juga penyakit.

Walau tak terhitung protes sampah yang berkoalisi dengan hujan dan segala jenis kuman, kita masih saja tak pernah sadar dan abai. 

Bahkan protes yang menuai darah manusia pun tak pernah membangunkan kesadaran Manusia. 

Tengok saja demo protes pengelolaan sampah di beberapa daerah yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan lingkungan. 

Dan itu pun MANUSIA masih tetap bebal terhadap protes sampah.

Jika protes sampah disetujui, tentu yang rugi para pemulung. 

Yang hidup dari buangan sisa-sisa tak berharga kaum yang disebut manusia terpelajar.  

Rugi, karena anak-anak hingga orang dewasa yang terpelajar/tersekolahkan akan menjaga dan menghargai sisa-sisa reduksi kehidupan sehari-harinya. 

Hingga memiliki perasaan MALU jika membuang sampah sembarangan. 

Baca Juga:PLN Operasikan SPKLU Khusus Angkot Listrik di Kota BogorPojokan 197, Oligarki

Untungnya itu tidak terjadi! Sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi  membiarkan anak-anak didiknya tidak tahu bagaimana cara membuang sampah yang baik dan benar. 

Buktinya hingga dewasa, jarang ada yang gelisah dan merasa bersalah jika membuang sampah sembarangan. Seolah bumi ini adalah tempat sampah raksasa. 

Dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun boleh buang sampah sembarangan. 

Dan jadilah karakter masyarakat yang tak peduli dan tak tahu malu. 

Ini protes kaum sampah kepada sektor pendidikan.

Protes sampah tak akan pernah sukses, jika tak ada perubahan cara pandang kepada barang yang dianggap sudah tak berharga ini.  

0 Komentar