Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 63

Belajar Filsafat
0 Komentar

Padahal pasal 33 ayat 3 menyatakan:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Pasal yang mungkin merujuk kepada Al-Hadits “ Manusia bersekutu dalam tiga hal: bumi, air dan api”
Ini artinya, SDA (not) for sale. Negara harus hadir dalam pengelolaan dan berdaulat dalam membuat kontrak bisnis pengelolaan SDA. Tak diatur oleh MNC. Tak “dijual”.
Hingga Kwik pun “sewot” dan menegaskan dalam pidato di hadapan CGI (Consultave Group of Indonesia) tahun 2001 lalu, bahwa “Rakyat yang adalah pemilik dari bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memperoleh manfaat yang sangat minimal”. Rakyat tak mendapat kuasa bahkan tak punya kedaulatan untuk mengelola kekayaan alam.
Pengelolaan SDA seharusnya merujuk kepada Pasal 33 ayat 3 yang mewajibkan hadirnya negara dalam memanfaatkan SDA untuk kesejahteraan rakyat. Kebijakan yang dihadirkan didasarkan kepada akses keadilan untuk rakyat. Bukan untuk para penguasa pasar– MNC.
Pasal 33 menjadi jangkar perwujudkan kesejahteraan, keadilan sosial dan berdaulat dalam pengelolaan SDA, bagi rakyat. Bukan MNC yang menentukan pengelolaan SDA bumi pertiwi. Kedaulatan tak bisa dijual. Menjual kedaulatan mencederai Pasal 33 dan keadilan sosial,
Keadilan sosial itu tak pilih bulu dan bukan milik satu kelompok masyarakat. Keadilan sosial dan kesejahteraan sosial harus mewujud bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kelompok termarginalkan yang “mungkin” tak dihitung, harus menjadi tujuan utama dari perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan sosial tersebut. Seperti hanya keadilan sosial bagi para guru honor yang telah berpuluh tahun mengabdi, namun tak lulus test P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). (*)

Laman:

1 2
0 Komentar