Islam Pencetus Undang-undang Pembawa Rahmat

Islam Pencetus Undang-undang Pembawa Rahmat
0 Komentar

Hukum yang terpancar dari akidah Islam, adalah hukum yang memiliki ruh. Bukan sekadar hukum yang berdimensi dunia, tetapi juga akhirat. Dengan demikian melaksanakan dan menaati hukum Allah SWT bukan hanya akan berimplikasi kebahagiaan di dunia, tetapi juga kebahagiaan di akhirat kelak. Di samping itu, seperti halnya sebuah bangunan, akidah merupakan pondasi. Jika hukum berlandaskan aqidah, maka akan lahir hukum yang kokoh dan selalu relevan dengan zaman.

Kedua: Kejelasan sumber hukum. Sumber hukum Islam sangat jelas. Yang disepakati oleh para ulama adalah al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i. Dengan kejelasan sumber hukumnya, maka akan terhindar dari perselisihan, karena rujukannya jelas dan baku, yakni wahyu Allah SWT.

Legislasi (at-tasyri’) dalam Islam memiliki dua makna. Pertama, menyusun hukum syariah dari awal. Kedua, mengadopsi dan menjelaskan hukum yang digali dari syariah yang telah ada. Islam menetapkan bahwa penyusunan hukum syariah dari awal semata-mata hanya menjadi hak Allah SWT. Manusia tidak berhak untuk membuat suatu keputusan hukum sendiri terkait halal atau haram. Adapun makna kedua, yakni mengadopsi dan menjelaskan hukum yang digali dari syariah yang ada.

Baca Juga:Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Stadion Si Jalak Harupat Akan Dipasang VARMusim Hujan Datang, Tanjungsiang Mulai Siaga Bencana

Dalam hal ini, Allah SWT sebagai Al-Hakim (Pembuat Hukum) telah memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk merujuk pada Kitab-Nya dan Sunnah Rasululullah saw. guna menggali hukum dan menjelaskannya. Pihak-pihak yang melegislasi hukum dalam pengertian ini—berupa aktivitas menggali dan melahirkan hukum dari sumber-sumber syariat/hukum—adalah para mujtahid dari kalangan kaum Muslim. Mereka berkewajiban memahami nash syariah, menggali serta melahirkan hukum-hukum dengan ijtihad. Dengan demikian hukum Islam akan selalu up to date, senantiasa selaras dengan zaman, bahkan hingga Hari Kiamat. Hal tersebut disebabkan karena Islam senantiasa mendorong para mujtahid menggali hukum dari sumber hukum utama, yakni al-Quran dan as-Sunnah.

Ketiga: Kejelasan pengertian kejahatan (jarimah) dan sanksinya. Berbeda halnya dengan sistem hukum sekular, sistem hukum Islam, karena bersumber dari wahyu, sejak awal sudah mampu mendeskripsikan perbuatan apa saja yang masuk dalam kategori kejahatan (jarimah), sekaligus menetapkan berbagai jenis sanksinya. Kejahatan (jarimah) adalah setiap perbuatan yang melanggar ketentuan hukum syariah sehingga berimplikasi dosa dan layak mendapatkan sanksi hukum (‘uqubat).

0 Komentar