Patronus

Kang Marbawi
0 Komentar

Teori patronase ini juga dikembangkan oleh Ibn Khaldun dengan teori ‘ashabiyahnya. ‘Ashabiyah bagi Ibnu Khaldun adalah faktor penentu keunggulan dan kemenangan suatu kelompok atau individu. Syaratnya, ‘ashabiyah memiliki, solidaritas kuat, sanggup berjuang dan bersedia mati guna kepentingan bersama diantara anggota-anggotanya. Ibn Khaldun mendaraskan bila mana suatu ‘ashabiyah dalam keadaan kuat ia akan menaklukkan ‘ashabiyah-‘ashabiyah lainnya yang lebih lemah. Ada agresi antar ‘ashabiyah/patron dalam kacamata Ibn Khaldun.

Patronase atau ‘ashabiyah mewujud dari perasaan solidaritas sosial yang timbul secara alamiah. Pun terbentuk dengan sengaja karena adanya pertalian kesamaan suku, agama, kepentingan, atau kesamaan tujuan. Melahirkan sebuah ikatan sosial yang kokoh. Dan patronase ini menjadi bagian penting dalam semua sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi, agama, kehidupan  masyarakat, warung kopi, pasar, Pendidikan, kantor, transportasi publik dan lainnya.

Kohesifitas patronase ini sangat bergantung kepada urgensi kesamaan kepentingan pada setiap level sosial. Juga dilatarbelakangi situasi dan tantangan yang dihadapi dan ukuran kepentingan yang menguntungkan masing-masing pihak. Bisa jadi kohesifitas patronase ini pada kelompok tertentu bersifat sementara dan ada yang bersifat permanent. Kohesifitas sementara terbangun atas adanya kolaborasi kepentingan sesaat. Kohesifitas permanent dalam sistem patronase biasanya melahirkan sikap ta’ashub atau fanatisme. Ta’ashub lahir dari sikap semangat membela golongan atau individu yang membabi buta. Sesuatu yang bisa menjadi penyakit berbahaya dan merusak sistem.

Baca Juga:Apakah Jeroan Makanan Yang Sehat? Ini Faktanya!4 Cara untuk Menghilangkan Sakit Kepala dengan Cepat

Tak ada satupun dalam sistem sosial kita yang tak memiliki patron. Tak satupun! Kecuali mungkin para sufi atau santo atau pencari jalan irfan. Dimanapun tempat selalu ada patron. Juga ditempat kerja kita. Tak bisa dipungkiri, kita membutuhkan patron. Entah dalam posisi patron atau client, melahirkan anak-pinak patron lain. Juga konflik.

Patron dan konflik antar patron, mungkin sunnatullah. Namun akan selalu ada jalan untuk bersama antar patron. Jika kerendahan hati, kesanggupan untuk menghargai, memanusiakan dan tak saling mendiskreditkan, hadir. Sebab perahu di samudera luas, perlu kesatuan, kebersamaan dan tujuan yang sama. Pun pemimpin yang adil. Tak mungkin penumpang nyebur ke samudera atau loncat ke kapal lain. Entah dengan kemauan sendiri atau disuruh nahkoda. Karena tak loyal atau ingin pindah haluan. (*)

0 Komentar