Patronus

Kang Marbawi
0 Komentar

Pojokan 90

Manusia, dari dulu hingga sekarang bahkan seterusnya, bukanlah sosok Hayy bin Yaqzan. Sosok imaginasi rekaan filsuf Islam Spanyol Abu Bakr Muhammad Ibn Abd Al-Malik Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibnu Thufail, abad 12 M, yang tinggal disebuah pulau tak berpenghuni. Sosok titisan pena Ibnu Thufail ini, hidup sendiri dan kemudian menemukan jalan spiritual. Hayy ibn Yaqzan tak membutuhkan manusia.

Kisah Hayy ibn Yaqzan mungkin menginspirasi Edgar Rice Burrroughs, yang menciptakan tokoh khayalan Tarzan. Kisah anak manusia yang tertinggal di hutan belantara Afrika dalam novel Tarzan Of the Apes 1912 M ini, diasuh oleh sekawanan kera. Setelah kedua orang tuanya dibunuh para pemberontak. Jhon Clayton, Lord Greystoke, nama asli Tarzan, dikisahkan menjadi pembela ekosistem hutan. Dibumbui romantisme percintaan dengan Jane, gadis Inggris yang mengenalkannya dengan peradaban manusia.

Ya, kita adalah makhluk homo socius yang membutuhkan satu sama lain. Hubungan saling membutuhkan yang kemudian melahirkan patronase atau ‘ashabiyah.  Hubungan yang dilatarbelakangi ikatan sosial berstrata patricia -kelompok yang memiliki kekuatan/kekuasaan, dengan strata plebeian -kelompok biasa yang bergantung kepada patricia atau dikenal dengan client. Hubungan patricia-plebeian ini melahirkan hubungan patron-client.

Baca Juga:Apakah Jeroan Makanan Yang Sehat? Ini Faktanya!4 Cara untuk Menghilangkan Sakit Kepala dengan Cepat

Hubungan sosial dengan pola patron-client ini diawali oleh Patronus di Romawi kuno (757-509 SM).  Awalnya Patronus ditujukan kepada seseorang atau sesuatu yang baik, mulia dan positif atau officium Nobile. Istilah yang menjadi jargon kaum advokat.

Hingga J.K. Rowling pun mengutip “Patronus” sebagai salah satu jenis mantra sihir di Hogwarts dalam fiksi legendaris Harry Potter. Patronus adalah mantra yang digunakan untuk bertahan. Mantra ini hanya akan berfungsi dengan baik, bila kita memiliki energi dan pikiran positif.

Patronase pada awalnya ditujukan untuk menggambarkan hubungan khusus antara bangsawan sebagai patronnya dengan rakyat jelata sebagai kliennya. Istilah lain yang digunakan dengan makna yang sama ialah hubungan perhambaan, yakni hubungan gusti-tuan (patron) dengan kaulo-hamba (klien). Atau hubungan pengabdian, yakni hubungan pihak yang diabdi dengan pihak pengabdi. Hubungan tersebut bersifat hierarki yang saling menguntungkan walau tak seimbang.

0 Komentar