OPINI  

Pojokan 175, Gaza

Pojokan 175, Gaza

Tak menyurutkan kutukan, walau Gaza pernah menjadi pusat penting Pentapolis Filistin (liga lima kota) pada zaman sebelum Masehi.

Tak pernah damai, seolah menjadi taqdir Gaza.

Sejarah panjang Gaza sejak Daud hingga Simson (Samson) putra Monoah seorang Jewis, bermusuhan dengan penduduk Filistin, walau kekasihnya Delilah adalah orang Palesstin.

Pernah diperintah oleh raja Israel seperti Daud dan Asyur, Mesir, Babilonia dan Persia. Pada zaman perang Dunia I, Gaza di bawah kekuasaan Turki Ottoman, hingga perang Arab Israel tahun 1948. Gaza selalu dirundung peperangan.

Paska Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan Palestina masuk wilayah Arab. Tanah Palestin adalah tanah yang dijanjikan bagi Israel.

Melahirkan gerakan Zionisme. Pun tanah Palestin adalah bumi pertiwi bagi rakyat Palestin.

Gaza dan Tepi Barat menjadi penanda perebutan dan sejarah panjang konflik.

Tiga agama samawi bertemu di Bayt Al Maqdis.

Tapi tak mengurangi keringkihan Gaza dalam lingkaran kutukan konflik.

BACA JUGA:

Pojokan 174, Mikir

Perebutan pengaruh dan pandangan politik untuk memerintah teritori pasca disepakatinya perjanjian Oslo tahun 1993 untuk memerintah secara Mandiri di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

BACA JUGA: 

Pojokan 173, Kuru Setra

Pojokan 170, Anak Harimau

Pojokan 169, Wisma Yaso

Pojokan 168, Dukungan

Opsi dua negara Israel-Palestin. Faksi-faksi yang bertikai menjadi bukti kutukan lingkaran konflik yang menyelimuti Gaza. Gaza dan Tepi Barat tak pernah benar-benar damai.

Perjanjian damai itu, belum tuntas dan tak sepenuh hati. Selalu ada upaya untuk mengintimidasi di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Menjadi kuru setra antara pemuda Palestin dengan ketepelnya melawan tantara yang melindungi perluasan pemukiman warga Israel.

LIHAT JUGA:

Pojokan 167, Kata

Pojokan 166, Pamflet Calon

Pojokan 165, Merdeka

Pojokan 164, Gelisah

Tak lupa menggusur rumah-rumah warga Palestin.

Gaza dan Tepi Barat tak pernah lekang dari konflik.

Amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia, mengharuskan Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan dan tindakan yang menginjak-nginjak kemanusiaan.

BACA JUGA: 

Pojokan 163, Nizar-Zakir-Rahman

Pojokan 162, Kepada Entah Siapa

Pojokan 161, Daulat Rakyat

 Pojokan 160, Warung Madura

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Kita menolak dan mengutuk aksi tak berperikemanusiaan terhadap tubuh dan hidup penduduk Gaza dan Tepi Barat.

Tubuh dan hidup Gaza, kini tinggal menunggu ajal. Dirinya tak sanggup menanggung brutalisme.

Yang tak peduli nyawa ribuan anak-anak dan orang Palestin.

Mode “koma” Gaza disaksikan sebagai tontonan warga dunia, tanpa bertindak. Hanya komentar untuk pemanis komoditas warta yang berat sebelah.

Gaza dan Tepi Barat tak seimbang dalam segala hal.

Anak-anak Gaza mewarisi pahitnya hidup dalam lingkaran konflik.

Tergambar dalam lagu Atuna Tufuli-Beri kami kesempatan masa kecil, kesempatan untuk bermain, untuk hidup damai.

Ratapan anak-anak Palestin yang diwakili Remi Bandali-penyanyi cilik Libanon.

Wahai semesta, tanah kami telah dihancurkan
Tanah kami telah direnggut kebebasannya
Tanahku Kecil, seperti aku yang mungil

Berikan kami kesempatan
Berikan kami kesempatan
Berikan kami kesempatan
Tolong, tolong, tolong berikan kami kesempatan

Berikan kami masa kecil
Berikan kami masa kecil
Berikan kami masa kecil
Berikan, berikan, berikan kedamaian

Kami datang untuk mengucapkan selamat hari raya kepadamu
Mengapa di tempat kami tidak ada dekorasi hari raya

Entah kapan, anak-anak Palestin bisa melihat dekorasi hari raya.

Entah hari raya apa, sebab tak ada lagi tanah untuk dipijak, tak ada rumah untuk dinaungi.

Gaza sekarat! Gaza sendiri! Gaza menunggu kita. Untuk hentikan brutalisme kemanusiaan.

Atuna Tufuli untuk anak-anak Gaza. (Kang Marbawi, 04.11.23)