UU Cipta Kerja terhadap Polemik Pertambangan Semen di Kawasan Lindung Pegunungan Kendeng

UU Cipta Kerja terhadap Polemik Pertambangan Semen di Kawasan Lindung Pegunungan Kendeng
0 Komentar

Menurut hakim proses gugatan dari Walhi tidak cukup mempunyai kekuatan hukum. Tarik ulur peraturan yang dibuat pemerintah malah semakin membingunkan masyarakat terkait dengan perizinan kawasan lindung yang di manfaatkan oleh tambang khususnya pabrik semen yang ada di Rembang. Hingga akhirnya, Presiden Joko Widodo secara resmi meneken Undang-Undang Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang diundangkan dalam No 11 tahun 2020.

Sebelumnya, Rancangan Undang-Undang tersebut di setujui DPR RI  pada 5 Oktober 2020 yang menimbulkan banyak  kontroversial di berbagai kalangan masyarakat dan masih menimbulkan berbagai tafsir termasukk pengaturan terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.. Salah satu contohnya yaitu pada Pasal 1 angka 35 UU 32/2009 yang berbunyi “Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.”

Mengalami perubahan dalam UU Cipta kerja menjadi “Persetujuan Lingkungan adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat”. Perizinan yang sebelumnya dilakukan Komisi penilai AMDAL sekarang mengalami perubahan dengan diganti tim uji kelayakan AMDAL yang dalam pelaksananaanya nanti masyarakat akan lebih dibatasi karena hanya masyarakat terdampak yang diikut sertakan dalam pengambilan keputusan.

Baca Juga:Bahaya di Balik Internasionalisasi Layanan KesehatanBagaimanakah Tipe Soal yang Ideal untuk UTS Online?

Masyarakat akan lebih dipersulit lagi dalam melakukan gugatan karena untuk industri besar kewenangan perizinannya ada di pemerintah pusat. Bahkan, hal ini akan lebih terasa di daerah khususnya Rembang. Penghapusan syarat kawasan hutan yang sebelumnya 30% dari luasan wilayah juga dihilangkan. Keadaan hutan di wilaah Jawa Tengah yang telah memprihatinkan, akan semakin parah apabila peraturan terkait perlindungan kawasan hutan tidak bias menjadi pelindung yang kuat dengan semakin maraknya “defortasi”.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) mencatat, laju deforestasi Indonesia pada 2018-2019 mencapai 465,5 ribu hektar. Meskipun luasan hutan Indonesia 94,1 juta hektar dari 50,1% total luas daratan, deforetasi hutan yang terus menerus akan menyebabkan kawasan hutan yang semakin sempit. Keadaan tersebut yang membuat peran dari masyarakat dalam mengawal kerusakan lingkungan akan semakin sulit kalau kita memang sudah tidak peduli lagi terhadap kelestarian lingkungan untuk anak cucu kita nanti.

0 Komentar