Druze

Druze
0 Komentar

“Tapi dilarang memotret ya,” pesannya. “Dan harus copot sepatu.”

Tidak masalah. Saya kan sudah biasa copot sepatu. Setiap ke makam kakek buyut saya. Di Takeran, Magetan. Yang bangunannya besar, untuk ukuran kuburan. Bangunan kuno. Yang lantai terasnya mengkilap. Tegel kuno. Bahkan saya harus bersila di situ. Saat bertahlil.

Tapi, bahwa tidak boleh memotret itu masalah besar. Saya ini, ehm, kan wartawan. Meski no signal.

Tapi juga tidak masalah. Saya sudah biasa memotret sambil curi-curi. Teman saya juga sudah saya ajari ‘mencuri’ foto. Kata saya: kalau saya nanti wawancara mereka kan lengah. Anda foto itu, itu, dan itu.

Baca Juga:KPPN Serahkan DIPA 2019 kepada 59 Satuan Kerja, Total Anggaran Mencapai Rp 3,5 TriliunBerkedok Jualan Es, Dua Ibu Rumah Tangga Jual Miras

Pun saat saya membaca surah An-Nas di dinding itu. Saya beri kode. Kedipan mata. Agar saya difoto. Itulah hasilnya. Lihat fotonya. Saya berdiri di depan kaligrafi. Tidak terlalu sempurna memang. Tapi ok kan? Ia kan memang wartawan dadakan.

Dari dilarang foto menjadi justru dua orang yang mencuri foto. Saya ikut melakukannya. Sayang kalau tidak. Kuburan ini menarik sekali: banyak cungkupnya. Terbuat dari beton. Seperti kuburan orang Tionghoa. Bentuknya saja yang Arab. Tidak melengkung-melengkung.

Saya pun masuk ke cungkup utama. Makam ulama besarnya. Lepas sepatu. Di terasnya. Seperti ke makam kakek buyut saya: KH Hasan Ulama.

Saya tidak melihat ‘Druze’ di dalam cungkup ini. Nisannya memang besar. Tapi nisan makam Raden Patah juga besar. Yang di Demak, Jateng itu. Bahkan lebih panjang. Nisan kakek buyut saya juga besar. Meski hanya seperempat nisan amir Druze ini.

Ayah saya, yang makamnya juga di komplek makam kakek buyut itu, berpesan: nisannya sederhana saja. Sebagai perwujudan tawadluk pada guru tarekatnya. Cucu kakek buyut itu: Imam Mursyid Muttaqin. Yang meninggal dibunuh PKI. Dalam peristiwa ‘Madiun Affair’ 1948.

Berada di dalam cungkup ulama Druze itu rasanya seperti di makam kyai Buntet Cirebon. Banyak al Quran di situ. Juga banyak sajadah salat. Karpet terhampar di sekitar nisan.
Saya berdoa sejenak. Untuk yang di makam itu. Apa pun agamanya. Entah ia Islam atau bukan Islam.

0 Komentar