Ketika Pajak Masih menjadi Solusi, Ketentraman Sulit Dinanti

Ketika Pajak Masih menjadi Solusi, Ketentraman Sulit Dinanti
0 Komentar

Oleh: Uqie Nai

Member Menulis di AMK4

Beberapa waktu lalu, pejabat daerah di Kabupaten Bandung, Dadang Supriatna di akun instagramnya telah mengumumkan adanya Peraturan Bupati (Perbup) perihal Kebijakan Insentif Pajak Daerah Terdampak Wabah Covid-19. Langkah ini diharapkan Dadang mampu menggenjot pendapatan daerah meski  perekonomian sedang terpuruk. Untuk itu ia tetap mengimbau para pengusaha agar membayar pajak tepat waktu.

Dadang Supriatna yang akrab disapa Kang DS, menerbitkan kebijakan tersebut dalam Perbup No. 44 Tahun 2021. Perbup ini berisi penghapusan sejumlah sanksi administrasi atau denda, yaitu di antaranya penghapusan sanksi administrasi atau denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan P2 untuk masa pajak tahun 1994-2020.

Di samping itu, penghapusan denda pajak berlaku juga pada hotel, restoran, parkir, serta air tanah untuk masa pajak tahun 2020 hingga Juni 2021 (prfmnews.pikiran-rakyat.com, 24/7/2021)

Baca Juga:Implementasi Sekolah Siaga Kependudukan (SSK)Bahaya Terlalu Sering Mandi Air Hangat, Ngeri…

Apa yang dilakukan Kang DS untuk membantu meringankan beban sosial dan ekonomi masyarakat, tentunya tidak cukup dengan menghapus denda pajak sebagai masalah cabang, tapi menghilangkan semua hal yang membebani rakyat, salah satunya adalah meniadakan pajak itu sendiri.  Namun, bisakah itu terwujud di tengah masyarakat sementara kapitalisme masih menguasai?

Pajak, Solusi ala Kapitalisme

Masalah yang dihadapi negeri ini terus bermunculan bak jamur di musim penghujan. Keterpurukan secara ekonomi pun semakin terasa pasca wabah Covid-19 melanda, bahkan kasus positif hingga meninggal dunia terus meningkat dengan datangnya varian terbaru delta.

Beragam upaya terus dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan laju penyebaran. Namun, tak satupun upaya tersebut membuahkan hasil. Virus tetap bertahan, rakyat berguguran, tanpa merasakan pelayanan serta perhatian maksimal dari negara.

Padahal, beragam saran dan kritikan telah dilayangkan para ahli dan masyarakat agar negara bekerja cepat, injak rem darurat, penuhi kebutuhan rakyat, hentikan pembangunan infrastruktur, dan fokus selamatkan warga. Hasilnya, pemerintah tak bergeming, upaya parsial terus digulirkan dan terkesan dipaksakan, bahkan beban rakyat terus bertambah dengan pemberlakuan pajak serta utang luar negeri yang tiada henti.

Apapun alasannya, pajak adalah tindakan kezaliman dan wujud kegagalan pemerintah mensejahterakan masyarakat. Janji manis begitu saja sirna ketika pesta demokrasi usai terselenggara. Padahal, melalui pemilihan pemimpin, rakyat ingin kehidupan mereka berubah. Bahagia dan sejahtera, bukan terus diperah, dibebani, dan dirampas haknya.

0 Komentar