Pojokan 194, Kepala Miring

Pojokan 194, Kepala miring
Pojokan 194, Kepala miring
0 Komentar

Memlototi setiap gerak, takut terlewat!

Entah mana, apa dan siapa yang miring.

Cara berpikirnya yang miring atau kaca mata pandangnya yang miring. 

Pemilunya, pengawasnya, pelakunya atau penglolanya yang dianggap miring. 

Atau yang berpikir ada kecurangan atau yang tak ada kecurangan yang dianggap miring.

Menegakkan yang miring entah mana, apa dan siapa, tentu harus melalui keteguhan MK

Baca Juga:Pojokan 193, TidakDirut PLN Raih Best CEO of Communications, 12 Penghargaan dari Menteri BUMN di Ajang BCOMSS 2024

Pada akhirnya, apa yang dilihat, dialami, dirasai menjadi persepsi yang tertinggal dalam pikiran.

Persepsi inilah yang menjadikan dasar berpikir dan penilaian. Yang kemudian diframing sesuai dengan kepentingan.

Dan yang dilihat, disajikan itu kadang sengaja untuk memengaruhi persepsi orang awam atau sesiapapun.  

Menawarkan berbagai persepsi atas berbagai peristiwa dengan framing yang disesuaikan dengan kepentingan, menjadikan masyarakat awam terbawa untuk berpikir sama dengan apa yang dipersepsikan dan diframing oleh yang berkepentingan.  

Framing selalu digunakan setiap orang atas dasar persepsi yang ada dalam benaknya. Pantas Gregory Bateson sudah memikirkannya sejak tahun 1954 dalam bukunya “A Theory of Play and Fantasy”, untuk menunjukan selalu ada framing sebagai pesan interaktif dalam setiap media komunikasi yang memengaruhi persepsi. Yang dikembangkan oleh Erving Goffman (1974) dalam bukunya bertajuk “Framing Analysis : An Essay on The Organization of Experience”. 

Tawaran persepsi dalam sajian berbagai media itu begitu halus.

Sehingga orang awam kita tak akan berpikir itu adalah persepsi yang diframing dan ditawarkan. 

Sebab memang orang awam bukan tukang mikir tentang persepsi yang rumit. 

Baca Juga:Subsidi Listrik Ke PLN Rp 75,83 Triliun, Wujud Negara Hadir Sediakan Akses Listrik Terjangkau Bagi MasyarakatPLN UP3 Purwakarta Nyalakan Harapan Sambung Listrik Gratis 11 Keluarga Kurang Mampu

Yang rumit itu memikirkan persepsi yang diframing dalam berbagai sajian media, tak begitu teguh pada nilai-nilai keadaban. 

Namun pada kepentingan. Kepentingan yang tak teguh pada ideologi dan keutuhan bangsa.  

Kepentingan selalu dibungkus dengan framing untuk mengarahkan persepsi positif atau negatif publik pada satu isu.

Kadang bungkus framingnya ideologis, namun tersenyap pragmatism kepentingan oligarch. 

Jadi terserah pembaca mau menggunakan gaya mikir; miring kepala 45 derajat, manggut-manggut, geleng-geleng kepala, mondar-mandir ke sana-ke mari, simpan telunjuk di jidat sambil berkerut atau telungkup.

0 Komentar