Sepucuk Surat Cinta untuk Kang Emil

Sepucuk Surat Cinta untuk Kang Emil (foto: Yudi Septawardana)
Sepucuk Surat Cinta untuk Kang Emil (foto: Yudi Septawardana)
0 Komentar

Saya semakin sering melihat beliau, ketiga musibah itu datang melanda. Putra sulung beliau “Emmeril Khan Mumtadz (Eril) pada Kamis tangal 26 Mei 2022 dinyatakan hilang saat sedang berenang di sungai Aaree, Bern Swiss bersama adik dan kawannya. Setelah beberapa hari tidak diketemukan, sepertinya usaha sia-sia. Akhirnya, pada tanggal 8 Juni 2022, jazad Aa Eril ditemukan oleh seorang guru dalam keadaan tak bernyawa. Wafat dalam usia muda belia. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kita milik Allah dan kita akan kembali pada-Nya).

Kematian adalah salah satu peristiwa yang dirahasiakan Allah swt. Tapi itu pasti adanya. Karena kita manusia makhluk yang bernyawa. Setiap makhluk yang bernyawa, tidak bisa dipungkiri akan melewati yang namanya maut dalam istilah agama. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS. al-Anbiya’/21: 35, “tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”.

Kang Emil telah memahami hakikat kehidupan dan kematian secara mendalam. Terlihat dari ekspresi wajah saat beliau berbicara. Beliau menghadapi musibah itu dengan penuh sabar dan tabah. Mungkin bagi Kang Emil, Firman Allah S.W.T dalam QS. al-Baqarah/2: 153, telah merasuk ke dalam jiwa. “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Baca Juga:Wagub Uu Ruzhanul Dampingi Wapres Resmikan Masjid Syarief AbdurachmanTren Investasi di Kawasan Arumanis Jabar Selatan Meningkat

Sampai di kota Bandung kami makan siang di rumah makan Ibu Haji Cijantung Asli Purwarkarta. Asesoris rumah makan itu sungguh luar biasa. Menghadirkan barang-barang antik yang mengingatkan kembali pada kisah lama. Rasa makanannya lezat dan memecah selera. Diiringi alunan suara gitar, tambah lebih bergairah. Saya santap dalam piring tanpa ada sisa. Sebelum kami tinggalkan tempat itu, kami berpose dengan wajah bahagia.

Perjalanan dilanjutkan ke di Hotel Grand Plaza Pasar Baru. Dari kamar hotel saya menatap keluar jendela. Tampak dari kejauhan menara Masjid Raya. Saya pun ingin ke sana untuk shalat magrib berjamaah nantinya. Saya lepaskan rasa penat dan lelah. Tidur di kasur empuk bak di surga. Waktu yang ditunggu-tunggu pun datang. Saya ajak isteri dan anak tercinta untuk shalat magrib berjamaah di Masjid Raya. Sebelumnya, saya bersama anak pergi ke toilet dan tempat wudhu. Ada pemandangan yang mengganjal dalam jiwa. Di antara toilet dan tempat wudhu ada kotak infak lengkap dengan penjaganya.

0 Komentar