Sepucuk Surat Cinta untuk Kang Emil

Sepucuk Surat Cinta untuk Kang Emil (foto: Yudi Septawardana)
Sepucuk Surat Cinta untuk Kang Emil (foto: Yudi Septawardana)
0 Komentar

Kang, kok lai buliah dapek pintak nan jo pinto, kami ingin ada komunitas sandingan yang lebih bermakna. Komunitas yang menampilkan khazanah budaya bumi Pasundan. Tokoh-tokoh yang bisa dijadikan pelajaran (ibrah), seperti: Sangkuriang, Nyai Bagendit,  Ratu Purbamanah/Prabu Swarnalaya, Purbasari/Purbararang, Si Kabayan, dan Keluarga Cemara. Atau pahlawan yang patut ditauladani, seperti: Sultan Ageng Tirtayasa, Kyai Tapa, Bagus Bangin, Raden Dewi Sartika, Rd. Otto Iskandar Dinata, Kiai Haji Zainal Mustafa, dan sebagainya.

Perut mulai keroncongan, pandangan tertuju pada gerobak pedagang yang  menggoda selera. Dilayokkan pandangan ka nan jauah, ditukiakkan pandangan ka nan ampia (dilayangkan pandangan ke yang jauh, ditujukan pandangan ke yang dekat). Pilihan kami putuskan untuk makan malam dengan menu seafood, gurame bakar, dan soto Padang. Sedikit demi sedikit makanan itu kami santap, sembari saling berbagi untuk mencicipi semua rasa makanan yang dipesan. Tak luput pula, para pengamen yang datang silih berganti. Terlalu banyak pengamen, rasa kesal itu timbul jua.

Saat merogoh kantong, saya bersama isteri agak kaget. Karena terasa harga terlalu tinggi, tak sebanding dengan rasa. Tapi, apa daya makanan sudah habis, mau tidak mau, harus bayar sesuai harga.

Baca Juga:Wagub Uu Ruzhanul Dampingi Wapres Resmikan Masjid Syarief AbdurachmanTren Investasi di Kawasan Arumanis Jabar Selatan Meningkat

Kang, saya tidak tahu. Apakah makanan dan minuman yang berjejer di sepanjang jalan kota Bandung satu harga? Agar kami wisatawan merasa tidak ditipu atau dibajak dengan harga yang selangit. Alangkah baiknya, ada keseragaman harga makanan dan minuman. Bahkan, kalau boleh ada baliho harga resmi terpajang di pinggir jalan. Sehingga para wisatawan terlindungi dari pedagang nakal di kota yang Akang pimpin.

Keesokan harinya kami berangkat ke Masjid Al-Jabbar. Sang sopir ekstra hati-hati, karena keselamatan kami berada di bawah kendalinya. Sekali-sekali bus berhenti dan terpaksa turun dari bahu jalan, karena jalan kecil saat berpas-pasan dengan kendaraan lainnya. Ini tentunya menjadi pekerjaan rumah (PR) Kang Emil, menyediakan sarana jalan yang lebar untuk akses ke masjid al-Jabbar yang sangat megah.

Sungguh, pemilihan nama yang tepat, meliputi dimensi duniawi dan ukhrawi. Sakali merangkuah dayuang, duo tigo pulau talampaui (sekali merengkuh dayung, dua, tiga pulau terlewati). Dimensi duniawi, kata Jabar (satu huruf “b” dihilangkan) akrononim Jawa Barat. Sebuah nama propinsi di Pulau Jawa dan Akang adalah pemimpinnya. Sedangkan dimensi ukhrawi kata “Al-Jabbar” (Yang Maha Perkasa) merupakan salah satu Asmaul Husna (nama-nama Allah yang baik dan indah).

0 Komentar